Senin, 01 Juli 2019

Penerapan Cloud Computing Di Instansi Pemerintahan (PENUTUP)

Penutup. 

A. Simpulan. Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Penyelenggaraan layanan cloud computing di empat instansi pemerintah sudah melakukan penyediaan infrastrukur secara mandiri, artinya sadar dengan isu keamanan yang berhubungan dengan kepemilikan infrastruktur. Ada satu responden yang menggunakan pihak ketiga, namun disarankan mengadakan secara mandiri apabila data memang tergolong rahasia dan menyangkut informasi negara yang berbahaya. Isu interoperabilitas yang sering diperbincangkan bisa diatasi dengan penerapan SaaS. Ini sudah digunakan oleh keempat responden. Instansi pemerintah yang memang mengelola banyak data dengan klien yang diharapkan memiliki standar data yang sama bisa menerapkan Cloud Computing tipe layanan SaaS. Penerapan Cloud Computing dari empat responden masih dalam proyek percobaan (trial) atau masih dalam tahap awal belum sampai 5 tahun. Mengingat ini teknologi baru, wajar bagi penyelenggara dan pengguna butuh waktu untuk berpindah teknologi. Dari sisi penyelenggara masih menjaring minat pasar, sedangkan dari sisi pengguna masih belum percaya sepenuhnya, sehingga baru mencoba. 

B. Saran. Untuk dapat mempercepat proses adopsi cloud computing khususnya di instansi pemerintahan, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya: Perlunya perencanaan bersama lintas sektor pemerintahan dari atas sampai bawah sehingga secara perlahan bisa bermigrasi ke cloud computing; Perlunya studi kesiapan (feasibility study) terkait kemampuan, dan kebutuhan internal instansi masingmasing karena kondisinya berbeda-beda; Perlunya sarana peningkatan ketrampilan sumber daya manusia secara teknis dan operasional untuk keberlangsungan teknologi ini. 

C. Daftar Pustaka
Business Software Alliance. (2016). BSA Global Cloud Computing Scorecard - A Blueprint for Economic Opportunity. The Software Alliance. Chandrasekaran, A., Kapoor, M. (2011). State of Cloud Computing in the Public Sector – A Strategic analysis of the business case and overview of initiatives across Asia Pacific. Frost and Sullivan. Community Server Blogs. (2015). Diambil kembali dari MSDN BLog: msdnshared.blob.core.windows.net/media/MS DNBlogsFS/prod.evol.blogs.msdn.com/ CommunityServer.Blogs.Components.Weblog Files/00/00/00/84/18/metablogapi/5277.image 38F744F2.png International Organization for Standardization. (2017, December 11). Diambil kembali dari ISO/IEC 27000 family - Information security management systems: https://www.iso.org/isoiec-27001-informationsecurity.html Munawir, S. (2007). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. NIST. (2011). Visual Model of Cloud Computing Definition. National Institute of Standards and Technology. Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012. (2012). Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik. Indonesia. Skilton, M. (2010, May 28). 8 ways to measure cloud ROI. Dipetik March 13, 2017, dari Network Asia: http://www.networksasia.net/article/8-waysmeasurecloud-roi-1275010162/page/0/1 Undang-undang Keterbukaan Informasi. (2008, April 30). Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Indonesia. Voas, J., Zhang, J. (2009). Cloud Computing: New Wine or Just a New Bottle? IT professional, 15-17. Zwattendorfer, B., Stranacher, K., Tauber, A., Reichstädter, P. (2013). Technology-Enabled Innovation for Democracy, Government and Governance Cloud Computing in EGovernment Accross Europe - A Comparison. Lecture Notes in Computer Science Volume 8061 (hal. 181-195). Springerlink.

Penerapan Cloud Computing Di Instansi Pemerintahan (HASIL DAN PEMBAHASAN)

Hasil Dan Pembahasan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala, admin, operator dan staf yang mengelola Cloud Computing di empat sampel instansi pemerintahan didapatkan gambaran implementasi teknologi Cloud Computing di masing-masing instansi. 

LKPP. LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) merupakan lembaga yang bergerak di bidang pengembangan, perumusan dan penetapan kebijakan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah. LKPP saat ini menangani 630 LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) di masing-masing instansi dan pemerintah provinsi maupun kota. Masingmasing LPSE menangani servernya sendiri dan standar data tidak seragam. Integrasi dan komunikasi data dengan LPSE yang berada di pusat dapat dilakukan dengan mudah, namun untuk LPSE yang berada di tiap daerah lebih susah ditangani karena faktor jarak. Oleh karena itu, LKPP mencoba menerapkan teknologi Cloud Computing dimana client-nya nanti adalah LPSE di seluruh Indonesia. Rencaa pengembangan pemanfaatan teknologi cloud computing LKPP ditangani oleh Direktorat Pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik. Pemanfaatan cloud computing bertujuan untuk mendukung sistem e-procurement yang saat ini sudah berjalan. E-procurement digunakan untuk membantu proses pengadaan barang/jasa di semua LPSE di Indonesia agar lebih efektif dan efisien. Dengan dikembangkannya cloud computing diharapkan monitoring LPSE dapat ditangani dengan mudah, karena standar data, file dan aplikasi diatur langsung oleh LKPP sendiri. Kemudahan juga akan dirasakan oleh LPSE karena tinggal memakai saja dan tidak perlu biaya lagi untuk menangani server sendiri. Rencana penerapan cloud computing di LKPP dilaksanakan pada awal tahun 2016, dalam dua tahap : Pertama, tahap uji coba menggunakan jasa sewa cloud kepada pihak ketiga. Jenis sewa cloud akan menggunakan private cloud agar terjamin kerahasiaan datanya. Tahap ini bertujuan untuk mencoba dan mengukur kesiapan LKPP dalam menerapkan cloud computing. Kedua, tahap pembangunan cloud computing secara mandiri oleh LKPP. Cloud computing mandiri inilah yang nantinya akan digunakan untuk menyokong sistem eprocurement. Sehingga data-data critical dan confidential dapat dikelola sendiri oleh LKPP. Web sistem e-procurement juga akan dikembangkan lebih lanjut agar kualitas pelayanan LPSE lebih baik.

BIG. Badan Informasi Geospasial (BIG) yang sebelumnya bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) merupakan instansi pemerintahan non kementerian yang menyediakan informasi geospasial sejak tahun 2012. Geospasial adalah aspek keruangan yang menunjukan lokasi, letak, dan posisi suatu obyek yang berada di bawah, pada, di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sebuah sistem koordinat referensi tertentu. BIG telah memiliki data center yang digunakan untuk mendukung Jaringan Informasi Geospasial Nasional di 53 Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, dimana data-data geospasial harus terintegrasi dan penyebarluasan informasinya dioptimalkan dengan menggunakan jaringan informasi. Awalnya untuk pengoptimalan jaringan informasi, BIG membangun serverserver di daerah sebagai simpul jaringan, namun ternyata hasilnya tidak maksimal karena keterbatasan SDM dan infrastruktur di daerah. Karena keterbatasan tersebut akhirnya BIG memanfaatkan teknologi cloud computing untuk membangun 300 simpul jaringan virtual. Kegiatan tersebut termasuk dalam Kegiatan Prioritas tahun 2015 Kedeputian Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) yaitu “Penyediaan Layanan Sistem Simpul untuk K/L dan Pemda dengan Teknologi Cloud Computing Geospasial”. Teknologi cloud computing digunakan BIG untuk memfasilitasi pemerintah pemerintah daerah agar lebih mudah untuk mengakses datadata spasial, dan meminimalisir terjadinya tumpang tindih data sesuai dengan kebijakan One Map Policy. Kebijakan One Map Policy pertama kali tercetus atas perintah langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 lalu dan masih terus dilaksanakan sampai sekarang. Pengembangan cloud computing di BIG ini dimulai pada tahun 2012 untuk memfasilitasi pelayanan simpul jaringan. Cloud computing yang digunakan oleh BIG sudah diujicobakan di beberapa daerah, diantaranya di provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sampang, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Pasaman Barat. Pengadaan teknologi cloud computing di BIG menggunakan pihak ketiga dengan teknologi informasi cloud computing yang termasuk ke dalam jenis layanan IaaS (Infrastructure as a Service), dimana pihak ketiga hanya menyediakan infrastruktur IT seperti RAM, prosesor, dan tempat penyimpanan data (storage) secara virtual sedangkan untuk sistem operasi dan aplikasiaplikasi yang di-install kedalam cloud disiapkan oleh BIG sendiri. BIG menggunakan aplikasi open source untuk penyimpanan data. Pemanfaatan teknologi cloud jenis IaaS ini berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti yang dirasakan BIG. Saat ini BIG mencoba mengembangkan cloud dengan jenis layanan SaaS (Software as a Service), namun terbentur kendala karena tidak adanya pihak ketiga yang dapat membangun aplikasi spasial. Selain itu, BIG juga mencoba untuk mengembangkan sendiri DaaS (Database as a Service).

Balai IPTEK-net BPPT. Balai IPTEKnet (Balai Jaringan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) merupakan salah satu unit kerja di bawah BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang bergerak di bidang teknologi informasi. Awalnya IPTEKnet memberikan layanan jasa ISP (Internet Service Provider) untuk instansi-instansi pemerintahan. Namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang ke arah teknologi cloud computing maka pada tahun 2010 IPTEKnet merubah jasa layanannya menjadi penyedia Government Cloud Services (GCS). Tidak jauh berbeda dengan layanan jasa cloud computing yang dikembangkan oleh pihak swasta, sebagai penyedia jasa cloud computing untuk instansi pemerintahan Balai IPTEKnet memiliki pilihan-pilihan paket yang ditawarkan sesuai kebutuhan meliputi jasa hosting, storage, dan server. Jasa tersebut diberi nama e-Gov Cloud. eGov Cloud bertujuan untuk memudahkan instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah, dalam implementasi eGovernment. Kelebihan e-Gov Cloud yang dikembangkan oleh Balai IPTEKnet ini adalah selain dari segi harga yang lebih murah dibandingkan penyedia jasa cloud computing swasta, keamanan data instansi pemerintahan yang menggunakan e-Gov Cloud ini juga lebih terjamin karena Balai IPTEKnet membangun server sendiri, dan pengelolaannya pun langsung dilakukan oleh pihak Balai IPTEKnet. Untuk menunjang pengembangan eGov Cloud, Balai IPTEKnet membangun data center dengan standar internasional yang berlokasi di Serpong dan Durentiga, serta membangun Data Recovery Center (DRC) di Batam. Layanan cloud computing yang diberikan oleh Balai IPTEKnet sudah mencakup IaaS, PaaS, dan SaaS. Balai IPTEKnet juga menyediakan aplikasi eGovernment seperti aplikasi persuratan, monitoring dan evaluasi yang dapat langsung digunakan dalam sistem cloud computing yang diberikan oleh Balai IPTEKnet. Mitra pengguna jasa layanan cloud computing Balai IPTEKnet ini adalah instansi pemerintah pusat dan daerah, beberapa instansi yang sudah menggunakan jasa Balai IPTEKnet antara lain Kementerian PANRB, BPPT, Lemigas, Pemkot Bogor, Pemkot Depok dan Pemkot Yogyakarta. Saat ini Balai IPTEKnet sedang merencanakan pengembangan jaringan untuk meningkatkan fasilitas jasa layanan cloud computing mereka. Rencana pengembangan yang akan dilakukan adalah dengan high availability network configuration dengan perangkat khusus, redundancy local loop dengan jalur yang berbeda, serta penambahan kapasitas UPS.

Kementerian Komunikasi Dan Informatika. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai salah satu kementerian yang fokus pada perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sudah menggunakan teknologi cloud computing sejak tahun 2013. Pusat Data dan Sarana Informatika (PDSI) merupakan salah satu unit kerja di Kementerian Kominfo yang fokus mengembangan sistem cloud computing untuk mendukung kinerjanya. PDSI melayani permintaan server dari direktorat teknis internal Kominfo yang membutuhkan, dengan memberikan server virtual. Layanan tersebut termasuk ke dalam jenis layanan IaaS. Selain itu, PDSI sudah menerapkan SiMAYA yang digunakan di seluruh unit dan satuan kerja sebagai bagian dari implementasi e-government di lingkungan Kementerian kominfo. SiMAYA termasuk dalam jenis layanan PaaS dan SaaS sekaligus. Awalnya, sistem cloud computing yang digunakan berbasis open source. Namun, seiring dengan banyaknya permintaan server maka PDSI mengembangkan sistem cloud computing sendiri dengan dibantu instalasinya oleh pihak ketiga. Sesuai dengan permintaan server dari tahun ketahun, pada tahun 2013 sudah dibangun 20 server virtual, meningkat pada tahun 2014 ditambah lagi menjadi 40 server virtual, dan pada tahun 2015 bertambah lagi menjadi 80 server. Salah satu contoh pelayanan permintaan server virtual yang diberikan PDSI adalah website http://skim.kominfo.go.id yang digunakan oleh Badan Litbang SDM untuk melakukan survei penelitian secara online.

Komparasi Penggunaan Layanan Cloud Computing. Dari hasil yang telah didapat melalui wawancara tersebut di atas dapat dikomparasikan penggunaan layanan cloud computing di pemerintahan. Komparasi dilakukan dengan mengacu pada isu dan tantangan cloud computing yang dipakai oleh Zwateendorfer dkk (Zwattendorfer, Stranacher, Tauber, Reichstädter, 2013) yaitu keamanan, proteksi dan pemenuhan data, interoperabilitas dan portability, manajemen identitas dan akses, serta auditing. Dari sisi keamanan, proteksi dan pemenuhan data, seharusnya penyediaan infrastruktur dari perangkat keras, perangkat lunak serta jaringan dan lainnya dibangun secara mandiri oleh pemerintah, bukan dari pihak ketiga. Ini diperlukan untuk alasan keamanan data, karena data yang menyangkut informasi suatu negara seharusnya bersifat rahasia kecuali untuk data-data tertentu yang masih bisa dibagikan ke publik (open access). Atau data-data tertentu yang hanya bisa diberikan kepada publik namun dengan tujuan tertentu bisa dengan seizin institusi (Undangundang Keterbukaan Informasi, 2008). Dengan pemenuhan penyelenggaraan layanan cloud computing secara mandiri dapat meminimalisir isu keamanan tersebut. Hal ini masih terlihat pada salah satu responden. Namun kembali pada data-data yang dikelola, apabila memang open access bisa juga menggunakan pihak ketiga. Selain itu faktor teknis dan manajemen pengelolaan keamanan informasi, serta sisi auditing dari penyelenggaraan juga harus diperhatikan. Pemenuhan unsur teknis dan manajemen keamanan informasi sebaiknya mengacu pada standar keamanan seperti ISO 27001 tentang Manajemen Keamanan Teknologi Informasi (International Organization for Standardization, 2017) serta Permen Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012, 2012). Dari sisi interoperabilitas dan portabilitas, hendaknya penyedia cloud computing memberikan level servis yang sama pada setiap klien, kecuali bagi yang memang menyediakan layanan cloud bagi pihak lain. Untuk pemenuhan interoperabilitas, langsung berkaitan dengan jenis layanan tertentu yaitu Software as a Service (SaaS). Misal untuk pengelolaan data yang seragam maka perlu standar basis data sampai pada level teknisnya sama. Jadi untuk data cloud yang ingin dikelola bersama sebaiknya layanan yang diberikan adalah SaaS. Dapat dilihat pada tabel bahwa semua instansi pemerintah sudah menggunakan SaaS. Aspek portabilitas sudah ada namun kurang fleksibel. Karena kebanyakan instansi pemerintahan masih dalam tahap awal pengembangan. Instansi banyak menggunakan aplikasi berbasis web. Keuntungan aplikasi berbasis web bisa juga diakses melalui smartphone, namun terkadang masih kurang nyaman apabila belum ada tampilan khusus mobile-nya. Akan lebih baik apabila bisa dikembangkan versi aplikasi yang ter-install berbasis android ataupun iOS. Dari sisi manajemen identitas dan akses, hendaknya diberikan dashboard atau halaman pengaturan layanan bagi penyedia layanan jenis IaaS dan PaaS. Untuk SaaS biasanya langsung kepada lapisan pengguna paling bawah, sehingga tidak diperlukan. Dari keempat responden belum menyediakan kemudahan pengaturan layanan. Pemenuhan atau pengubahan tingkat layanan masih dijalankan secara manual. Misal pengguna ingin menambah kapasitas penyimpanan data masih dilakukan dengan cara menghubungi pihak penyelenggara. Apabila ada dashboard atau halaman khusus untuk itu maka akan memberikan kemudahan bagi pengguna. Akhirnya, pemenuhan layanan cloud computing akan terasa bedanya dengan webclient based apabila didukung dengan infrastruktur yang bisa memenuhi skalabilitas dan kecepatan yang mumpuni sehingga bisa melayani semua pengguna. CAPEX dari infrastruktur Cloud Computing sangat besar, namun apabila dibandingkan dengan kegunaanya untuk banyak pengguna apalagi jika disewakan maka akan memberikan pendapatan yang bisa digunakan untuk mengupgrade dan maintenance sistem dan perangkat.

Isu Lambatnya Cloud Computing Diadopsi. Selain keempat responden yang sudah menerapkan layanan cloud computing, masih banyak instansi pemerintah yang belum menggunakan cloud computing. Faktor yang menjadi kendala antara lain: (1) Data center pribadi masih menjadi pilihan dari banyak kalangan termasuk di instansi Pemerintah. Ini tidak terlepas dari faktor kerahasiaan informasi, keamanan data, dan masih merasa belum perlu berpindah ke cloud, karena data center yang ada masih bisa dipakai. (2) Proses migrasi akan menyita waktu sedangkan proses bisnis harus tetap berjalan. Perlu perencanaan bersama lintas sektor pemerintahan dari atas sampai bawah sehingga secara perlahan bisa bermigrasi ke cloud computing. (3) Minimnya riset juga menjadi salah satu penyebab cloud computing lambat diterapkan. Riset-riset yang valid dan dengan hasil yang positif akan memacu penggunaan cloud computing. Risetriset intern juga perlu dilakukan karena kondisi, kemampuan, dan kebutuhan internal instansi masingmasing berbeda. (4) Cloud computing merupakan teknologi yang masih terbilang baru di Indonesia. Jumlah sumber daya manusia yang ahli di bidang cloud computing masih sedikit. Selain itu, sumber daya manusia yang paham secara teknis dan operasional juga diperlukan untuk keberlangsungan teknologi ini.

Penerapan Cloud Computing Di Instansi Pemerintahan (PENDAHULUAN - PENGUKURAN CLOUD COMPUTING)

Penerapan Cloud Computing Di Instansi Pemerintahan
 Raka Adjie Putawan
Fakultas Teknologi Industri 
Universitas Gunadarma 
Jl. Margonda Raya 100, Depok, Jawa Barat, Indonesia - 16320
Adjie.raka17@gmail.com 

Seiring dengan berkembang teknologo Clould Computing, beberapa instansi pemerintahan sudah merencanakan pemanfaatan Cloud Computing, bahkan banyak yang mulai memanfaatkan teknologi ini. Sedangkan Cloud Compouting, belum lama sudah mulai diadaptasi di Indonesia. penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan yaitu LKPP, BIG, Balai APTEK-net BPPT, dan Kementrian Konimfo. Keempat instansi tersebut dipilih karena merupakan instansi pusat yang diketahui sudah menerapkan Cloud Computing dengan jangkauan layanan yang luas. Metode analisis yang digunakan adalah metode komparatif dimana membandingkan keempat objek penelitian terkait layanan Cloud Computing yang diberikan. Analisis komparasi menggunakan pendekatan isu dan tantangan Cloud Computing. Studi menghasilkan gambaran penerapan Cloud Computing di instansi pemerintahan beserta saran yang seharusnya dilakukan. 

Cloud Computing | Instansi Pemerintahan | Pemerintahan | Penerapan

PENDAHULUAN. Cloud Computing yang sudah biasa kita dengar saat ini merupakan perkembangan komputasi yang sudah terjadi sejak 50 tahun terakhir ini. Cloud Computing dikenal karena fleksibilitas serta biayanya yang murah (cost saving). Hal tersebut menjadi alasan paling mendasar bagi banyak perusahaan sehingga umum menggunakan teknologi tersebut. Pihak perusahaan tidak perlu repot-repot menyiapkan infrastuktur serta maintenance server mereka sendiri, yang artinya memangkas biaya perusahaan. Pihak perusahaan juga dapat dengan leluasa memilih layanan yang sesuai dan dapat diubah sesuai kebutuhan kapan saja. Apabila dilihat dari keuntungan-keuntungan tersebut akan menjadi pertimbangan yang tepat bagi pemerintah untuk menggunakan Cloud Computing. Dimana salah satu fokus pemerintah yaitu berorientasi kepada layanan publik. Pemerintah dapat lebih fokus pada “layanan publik”nya serta urusan terkait pemerintahan lain, tanpa perlu memusingkan infrastruktur pendukung di belakangnya. Berdasarkan data global Cloud Computing scorecard tahun 2016, dari 24 negara yang menjadi 80 persen pasar teknologi informasi (information technology/IT) dunia menunjukkan Indonesia berada pada urutan 20 (Business Software Alliance, 2016). Data tersebut memberikan gambaran kesiapan negara terhadap cloud computing dilihat dari sisi kebijakannya (privacy environment). Komponen kebijakan yang dilihat antara lain Data privacy, Security, Cybercrime, Intelectual property rights, Support for Industry-Led Standards International Harmonization of Rules, Promoting Free Trade, IT Readiness Broadband Deployment. Menurut Frost and Sullivan (Chandrasekaran Kapoor, 2011) faktor keamanan (security) merupakan aspek yang paling penting bagi adopsi Cloud Computing di pemerintahan. Tanpa melihat nilai dari scorecard dapat kita simpulkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar IT khususnya Cloud Computing. Selain pemerintah harus berbenah di sisi policy environment, seharusnya pemerintah juga tidak boleh ketinggalan menggunakan teknologi cloud computing. Untuk dapat menerapkan kebijakan terkait Cloud Computing secara tepat ada baiknya pemerintah memanfaatkan teknologi tersebut, agar bisa merasakan pengalaman menggunakan (experience) secara langsung. Seiring dengan perkembangan teknologi Cloud Computing, saat ini sudah ada beberapa instansi pemerintahan yang sudah merencanakan pemanfaatan Cloud Computing, bahkan sudah ada juga lembaga yang sudah mulai memanfaatkan teknologi ini. Pemanfaatan teknologi Cloud Computing dirasa dapat membantu pemerintah dalam mengintegrasikan data, selain itu dari sisi pengguna akan lebih hemat biaya dan waktu, bebas resiko dan juga tidak perlu menyediakan ruangan atau tempat lagi (space). Beberapa instansi yang sudah menggunakan teknologi Cloud Computing diantaranya LKPP (Lembaga Pengadaan Barang/jasa Pemerintah) yang digunakan untuk menangani banyak LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) terkait e-procurement; BIG (Badan Informasi Geospasial) digunakan untuk memudahkan akses dan sharing data-data spasial mereka; Balai IPTEKnet BPPT (Balai Jaringan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan Government Cloud Service-nya, dan Kementerian Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) yang digunakan untuk mendukung kinerja instansi. 

Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrumen wawancara yang dilakukan kepada kepala, admin, operator dan staf yang mengelola cloud computing di masing-masing instansi. Responden yang menjadi objek penelitian ini yaitu LKPP, BIG, Balai Iptek-net BPPT, dan Kementerian Kominfo. Keempat instansi tersebut dipilih karena merupakan instansi pusat yang diketahui sudah menerapkan Cloud Computing dengan jangkauan layanan yang luas. Metode analisis yang digunakan adalah metode komparatif dimana membandingkan keempat objek penelitian terkait layanan Cloud Coputing yang diberikan. Analisis komparasinya menggunakan pendekatan isu dan tantangan Cloud Computing yang digunakan oleh Zwattendorfer dkk (Zwattendorfer, Stranacher, Tauber, Reichstädter, 2013)

Perkembangan Cloud Computing. Menurut Voas dan Zhang (Voas Zhang, 2009) ada enam fase perkembangan komputasi hingga sampai pada Cloud Computing: 1. Mainframe Computing 2. PC Computing 3. Network Computing 4. Internet Computing 5. Grid Computing Pada mulanya orang-orang menggunakan Mainframe yang dapat diakses oleh banyak user melalui jendela terminal (Fase Mainframe Computing). Selanjutnya, penggunaan PC dengan keyboard dan monitor sendiri (Stand-alone PC) diminati karena dapat memenuhi kebutuhan pribadi tanpa terhubung dengan Mainframe (Fase PC Computing). Penggunaan PC pribadi terkendala masalah resource sharing, sehingga dibentuklah jaringan yang saling menghubungkan PC dengan PC dalam jaringan lokal (Fase Network Computing). Fase Network Computing berkembang menjadi jaringanjaringan lokal yang terhubung secara global (Fase Internet Computing). Perkembangan selanjutnya mengarah pada pembagian beban komputasi dan penyimpanan (komputasi terdistribusi) secara transparan (Fase Grid Computing). Akhirnya, pada Fase Cloud Computing kita dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dengan mudah sesuai kebutuhan melalui internet. Menilik pada definisinya, Cloud Computing menurut NIST (National Institute of Standards and Technology) Instituition U.S, Department of Commerce yaitu “a model for enabling ubiquitous, convenient, on-demand network access to a shared pool of configurable computing resources (e.g., networks, servers, storage, applications, and services) that can be rapidly provisioned and released with minimal management effort or service provider interaction.” Sementara definisi menurut Gartner dalam situsnya, “a style of computing in which scalable and elastic IT-enabled capabilities are delivered as a service using Internet technologies.” Dari beberapa pengertian di atas dapat didefinisikan Cloud Computing atau Komputasi Awan sebagai bentuk layanan menggunakan internet yang digunakan oleh banyak user dan dapat dipersonalisasi (diatur) dengan mudah tanpa pengguna perlu mengetahui kerumitan infrastruktur di balik itu. Cloud computing memiliki karakteristik tama yang membedakannya dengan traditional IT. Semua syarat tersebut harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai Cloud Computing (NIST, 2011). Lima karakter utama Cloud Computing antara lain : 1. Broad Network Access Suatu sistem atau layanan dapat dikatakan Cloud Computing apabila dapat diakses melalui internet. Media akses tidak selalu menggunakan PC ataupun laptop namun bisa dengan menggunakan smartphone, tablet atau handheld/gadget yang lain. Sehingga dimanapun kapanpun asalkan tersedia akses internet dapat memakai layanan Cloud Computing. 2. On-demand Self Service Sesuatu yang dapat diakses melalui internet saja tidak bisa disebut sebagai cloud. Sebuah situs web berita tidak dapat dikatakan cloud apabila tidak ada interaksi antara pengguna dan server tersebut. Cloud Computing mensyaratkan pengguna dapat memilih layanan sesuai yang diinginkan secara mandiri atau swalayan. 3. Rapid Elasticity Selain dapat memilih layanan sendiri, pengguna juga harus dapat mengatur tingkat layanan yang diinginkan untuk bisa disebut sebagai Cloud Computing. Pengaturan tingkat layanan ini juga termasuk untuk berhenti dari layanan. Dan efek dari pengaturan yang diubah tersebut dapat dirasakan dengan cepat juga. 4. Resource Pooling Infrastruktur seperti storage, memory, dan processor berada dalam satu tempat atau biasa disebut sebagai data center (bisa terdiri dari banyak server). Data center harus dapat diatur agar dapat digunakan oleh banyak pengguna. Paling umum dilakukan adalah dengan cara virtualisasi agar satu server dapat digunakan oleh sejumlah pengguna. 5. Measured Service Kapasitas layanan yang diberikan harus dapat diukur. Artinya ada perbedaan kapasitas layanan tidak hanya ada satu pilihan saja. Ini merupakan dasar transparansi pengukuran biaya layanan, walaupun tidak semua penyedia layanan cloud selalu memasang tarif (ada yang gratis, dengan resource dan layanan yang minim) Apabila dilihat dari jenis layanan dasarnya, cloud computing dapat dibedakan menjadi 3, antara lain : 1. SaaS (Software as a Service) Bentuk layanan yang dapat diberikan Cloud Computing dimana pengguna tinggal memakai saja. Semua kebutuhan sudah disediakan oleh penyedia jasa (provider). Pengguna hanya perlu mengakses menggunakan internet. Contoh: Email publik. Pengguna menggunakan layanan email, dimana semua aspek mendasar komputasi, jaringan, OS, aplikasi dan juga data dikelola oleh penyedia jasa, misalnya Google. Kita hanya memakai saja. 2. PaaS (Platform as a Service) Bentuk layanan yang diberikan cloud dimana pengguna disediakan wadah untuk mengembangkan dan meletakkan aplikasi serta mengelolanya. Sisanya ditangani oleh penyedia jasa. Contoh: Facebook games. Facebook menyediakan API agar developer dapat meletakkan games-nya di Facebook. Pengguna bertanggung jawab sendiri atas berjalannya aplikasi dan data yang dimiliki. 3. IaaS (Infrastructure as a Service) Bentuk layanan yang diberikan cloud dimana kita diberikan tempat untuk mengelola server sendiri. Infrastruktur pendukung berjalannya server disediakan oleh penyedia jasa. Operating system dipilih oleh pengguna yang kemudian diinstalasi dan dibantu oleh peyedia jasa. Contoh: Penyedia jasa sewa server. Penyedia jasa menyediakan server bagi pengguna. Pengguna bebas menggunakan space tersebut.

Pengukuran Cloud Computing. Salah satu cara untuk pengukuran Cloud Computing dapat dilihat dari ROI atau return on investment-nya. ROI adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir, 2007). Namun pengukuran menggunakan ROI ini umum digunakan oleh perusahaan swasta, bukan oleh lembaga pemerintahan. Karena perusahaan swasta kebanyakan berorientasi pada profit. Ada 8 cara mengukur ROI dari Cloud Computing menurut Skilton (Skilton, 2010). Cara pengukuran Skilton mengacu pada pada KPI (Key Performance Index) maka akan terkonsentrasi pada IT capacity dan IT Utilization. Namun sudah diterjemahkan dari sudut pandang keuntungan bisnis. Diantaranya, Kualitas perubahan layanan, Total efisiensi biaya, Kecepatan penyediaan layanan, Peningkatan Keuntungan dan Penghematan biaya, Pemakaian yang dinamis, Manajemen resiko dan kepatuhan yang meningkat, Pemanfaatan Utilitas, Peningkatan skill dan kemampuan. Pendekatan lain dilakukan oleh Zwateendorfer dkk yaitu melalui isu dan tantangan Cloud Computing yang dipakai oleh (Zwattendorfer, Stranacher, Tauber, Reichstädter, 2013) yaitu keamanan, proteksi dan pemenuhan data, interoperabilitas dan portability, manajemen identitas dan akses, serta auditing. Mereka menggunakannya dalam penelitian penggunaan Cloud Computing di egovernment di beberapa negara Eropa. Pendekatan ini lebih cocok dan sudah digunakan khususnya di instansi pemerintahan terkait Cloud Computing.

Penerapan Cloud Computing Di Instansi Pemerintahan

Penerapan Cloud Computing Di Instansi Pemerintahan
 Raka Adjie Putawan
Fakultas Teknologi Industri 
Universitas Gunadarma 
Jl. Margonda Raya 100, Depok, Jawa Barat, Indonesia - 16320
Adjie.raka17@gmail.com 

Seiring dengan berkembang teknologo Clould Computing, beberapa instansi pemerintahan sudah merencanakan pemanfaatan Cloud Computing, bahkan banyak yang mulai memanfaatkan teknologi ini. Sedangkan Cloud Compouting, belum lama sudah mulai diadaptasi di Indonesia. penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan yaitu LKPP, BIG, Balai APTEK-net BPPT, dan Kementrian Konimfo. Keempat instansi tersebut dipilih karena merupakan instansi pusat yang diketahui sudah menerapkan Cloud Computing dengan jangkauan layanan yang luas. Metode analisis yang digunakan adalah metode komparatif dimana membandingkan keempat objek penelitian terkait layanan Cloud Computing yang diberikan. Analisis komparasi menggunakan pendekatan isu dan tantangan Cloud Computing. Studi menghasilkan gambaran penerapan Cloud Computing di instansi pemerintahan beserta saran yang seharusnya dilakukan. 

Cloud Computing | Instansi Pemerintahan | Pemerintahan | Penerapan

PENDAHULUAN. Cloud Computing yang sudah biasa kita dengar saat ini merupakan perkembangan komputasi yang sudah terjadi sejak 50 tahun terakhir ini. Cloud Computing dikenal karena fleksibilitas serta biayanya yang murah (cost saving). Hal tersebut menjadi alasan paling mendasar bagi banyak perusahaan sehingga umum menggunakan teknologi tersebut. Pihak perusahaan tidak perlu repot-repot menyiapkan infrastuktur serta maintenance server mereka sendiri, yang artinya memangkas biaya perusahaan. Pihak perusahaan juga dapat dengan leluasa memilih layanan yang sesuai dan dapat diubah sesuai kebutuhan kapan saja. Apabila dilihat dari keuntungan-keuntungan tersebut akan menjadi pertimbangan yang tepat bagi pemerintah untuk menggunakan Cloud Computing. Dimana salah satu fokus pemerintah yaitu berorientasi kepada layanan publik. Pemerintah dapat lebih fokus pada “layanan publik”nya serta urusan terkait pemerintahan lain, tanpa perlu memusingkan infrastruktur pendukung di belakangnya. Berdasarkan data global Cloud Computing scorecard tahun 2016, dari 24 negara yang menjadi 80 persen pasar teknologi informasi (information technology/IT) dunia menunjukkan Indonesia berada pada urutan 20 (Business Software Alliance, 2016). Data tersebut memberikan gambaran kesiapan negara terhadap cloud computing dilihat dari sisi kebijakannya (privacy environment). Komponen kebijakan yang dilihat antara lain Data privacy, Security, Cybercrime, Intelectual property rights, Support for Industry-Led Standards International Harmonization of Rules, Promoting Free Trade, IT Readiness Broadband Deployment. Menurut Frost and Sullivan (Chandrasekaran Kapoor, 2011) faktor keamanan (security) merupakan aspek yang paling penting bagi adopsi Cloud Computing di pemerintahan. Tanpa melihat nilai dari scorecard dapat kita simpulkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar IT khususnya Cloud Computing. Selain pemerintah harus berbenah di sisi policy environment, seharusnya pemerintah juga tidak boleh ketinggalan menggunakan teknologi cloud computing. Untuk dapat menerapkan kebijakan terkait Cloud Computing secara tepat ada baiknya pemerintah memanfaatkan teknologi tersebut, agar bisa merasakan pengalaman menggunakan (experience) secara langsung. Seiring dengan perkembangan teknologi Cloud Computing, saat ini sudah ada beberapa instansi pemerintahan yang sudah merencanakan pemanfaatan Cloud Computing, bahkan sudah ada juga lembaga yang sudah mulai memanfaatkan teknologi ini. Pemanfaatan teknologi Cloud Computing dirasa dapat membantu pemerintah dalam mengintegrasikan data, selain itu dari sisi pengguna akan lebih hemat biaya dan waktu, bebas resiko dan juga tidak perlu menyediakan ruangan atau tempat lagi (space). Beberapa instansi yang sudah menggunakan teknologi Cloud Computing diantaranya LKPP (Lembaga Pengadaan Barang/jasa Pemerintah) yang digunakan untuk menangani banyak LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) terkait e-procurement; BIG (Badan Informasi Geospasial) digunakan untuk memudahkan akses dan sharing data-data spasial mereka; Balai IPTEKnet BPPT (Balai Jaringan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan Government Cloud Service-nya, dan Kementerian Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) yang digunakan untuk mendukung kinerja instansi. 

Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrumen wawancara yang dilakukan kepada kepala, admin, operator dan staf yang mengelola cloud computing di masing-masing instansi. Responden yang menjadi objek penelitian ini yaitu LKPP, BIG, Balai Iptek-net BPPT, dan Kementerian Kominfo. Keempat instansi tersebut dipilih karena merupakan instansi pusat yang diketahui sudah menerapkan Cloud Computing dengan jangkauan layanan yang luas. Metode analisis yang digunakan adalah metode komparatif dimana membandingkan keempat objek penelitian terkait layanan Cloud Coputing yang diberikan. Analisis komparasinya menggunakan pendekatan isu dan tantangan Cloud Computing yang digunakan oleh Zwattendorfer dkk (Zwattendorfer, Stranacher, Tauber, Reichstädter, 2013)

Perkembangan Cloud Computing. Menurut Voas dan Zhang (Voas Zhang, 2009) ada enam fase perkembangan komputasi hingga sampai pada Cloud Computing: 1. Mainframe Computing 2. PC Computing 3. Network Computing 4. Internet Computing 5. Grid Computing Pada mulanya orang-orang menggunakan Mainframe yang dapat diakses oleh banyak user melalui jendela terminal (Fase Mainframe Computing). Selanjutnya, penggunaan PC dengan keyboard dan monitor sendiri (Stand-alone PC) diminati karena dapat memenuhi kebutuhan pribadi tanpa terhubung dengan Mainframe (Fase PC Computing). Penggunaan PC pribadi terkendala masalah resource sharing, sehingga dibentuklah jaringan yang saling menghubungkan PC dengan PC dalam jaringan lokal (Fase Network Computing). Fase Network Computing berkembang menjadi jaringanjaringan lokal yang terhubung secara global (Fase Internet Computing). Perkembangan selanjutnya mengarah pada pembagian beban komputasi dan penyimpanan (komputasi terdistribusi) secara transparan (Fase Grid Computing). Akhirnya, pada Fase Cloud Computing kita dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dengan mudah sesuai kebutuhan melalui internet. Menilik pada definisinya, Cloud Computing menurut NIST (National Institute of Standards and Technology) Instituition U.S, Department of Commerce yaitu “a model for enabling ubiquitous, convenient, on-demand network access to a shared pool of configurable computing resources (e.g., networks, servers, storage, applications, and services) that can be rapidly provisioned and released with minimal management effort or service provider interaction.” Sementara definisi menurut Gartner dalam situsnya, “a style of computing in which scalable and elastic IT-enabled capabilities are delivered as a service using Internet technologies.” Dari beberapa pengertian di atas dapat didefinisikan Cloud Computing atau Komputasi Awan sebagai bentuk layanan menggunakan internet yang digunakan oleh banyak user dan dapat dipersonalisasi (diatur) dengan mudah tanpa pengguna perlu mengetahui kerumitan infrastruktur di balik itu. Cloud computing memiliki karakteristik tama yang membedakannya dengan traditional IT. Semua syarat tersebut harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai Cloud Computing (NIST, 2011). Lima karakter utama Cloud Computing antara lain : 1. Broad Network Access Suatu sistem atau layanan dapat dikatakan Cloud Computing apabila dapat diakses melalui internet. Media akses tidak selalu menggunakan PC ataupun laptop namun bisa dengan menggunakan smartphone, tablet atau handheld/gadget yang lain. Sehingga dimanapun kapanpun asalkan tersedia akses internet dapat memakai layanan Cloud Computing. 2. On-demand Self Service Sesuatu yang dapat diakses melalui internet saja tidak bisa disebut sebagai cloud. Sebuah situs web berita tidak dapat dikatakan cloud apabila tidak ada interaksi antara pengguna dan server tersebut. Cloud Computing mensyaratkan pengguna dapat memilih layanan sesuai yang diinginkan secara mandiri atau swalayan. 3. Rapid Elasticity Selain dapat memilih layanan sendiri, pengguna juga harus dapat mengatur tingkat layanan yang diinginkan untuk bisa disebut sebagai Cloud Computing. Pengaturan tingkat layanan ini juga termasuk untuk berhenti dari layanan. Dan efek dari pengaturan yang diubah tersebut dapat dirasakan dengan cepat juga. 4. Resource Pooling Infrastruktur seperti storage, memory, dan processor berada dalam satu tempat atau biasa disebut sebagai data center (bisa terdiri dari banyak server). Data center harus dapat diatur agar dapat digunakan oleh banyak pengguna. Paling umum dilakukan adalah dengan cara virtualisasi agar satu server dapat digunakan oleh sejumlah pengguna. 5. Measured Service Kapasitas layanan yang diberikan harus dapat diukur. Artinya ada perbedaan kapasitas layanan tidak hanya ada satu pilihan saja. Ini merupakan dasar transparansi pengukuran biaya layanan, walaupun tidak semua penyedia layanan cloud selalu memasang tarif (ada yang gratis, dengan resource dan layanan yang minim) Apabila dilihat dari jenis layanan dasarnya, cloud computing dapat dibedakan menjadi 3, antara lain : 1. SaaS (Software as a Service) Bentuk layanan yang dapat diberikan Cloud Computing dimana pengguna tinggal memakai saja. Semua kebutuhan sudah disediakan oleh penyedia jasa (provider). Pengguna hanya perlu mengakses menggunakan internet. Contoh: Email publik. Pengguna menggunakan layanan email, dimana semua aspek mendasar komputasi, jaringan, OS, aplikasi dan juga data dikelola oleh penyedia jasa, misalnya Google. Kita hanya memakai saja. 2. PaaS (Platform as a Service) Bentuk layanan yang diberikan cloud dimana pengguna disediakan wadah untuk mengembangkan dan meletakkan aplikasi serta mengelolanya. Sisanya ditangani oleh penyedia jasa. Contoh: Facebook games. Facebook menyediakan API agar developer dapat meletakkan games-nya di Facebook. Pengguna bertanggung jawab sendiri atas berjalannya aplikasi dan data yang dimiliki. 3. IaaS (Infrastructure as a Service) Bentuk layanan yang diberikan cloud dimana kita diberikan tempat untuk mengelola server sendiri. Infrastruktur pendukung berjalannya server disediakan oleh penyedia jasa. Operating system dipilih oleh pengguna yang kemudian diinstalasi dan dibantu oleh peyedia jasa. Contoh: Penyedia jasa sewa server. Penyedia jasa menyediakan server bagi pengguna. Pengguna bebas menggunakan space tersebut.

Pengukuran Cloud Computing. Salah satu cara untuk pengukuran Cloud Computing dapat dilihat dari ROI atau return on investment-nya. ROI adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir, 2007). Namun pengukuran menggunakan ROI ini umum digunakan oleh perusahaan swasta, bukan oleh lembaga pemerintahan. Karena perusahaan swasta kebanyakan berorientasi pada profit. Ada 8 cara mengukur ROI dari Cloud Computing menurut Skilton (Skilton, 2010). Cara pengukuran Skilton mengacu pada pada KPI (Key Performance Index) maka akan terkonsentrasi pada IT capacity dan IT Utilization. Namun sudah diterjemahkan dari sudut pandang keuntungan bisnis. Diantaranya, Kualitas perubahan layanan, Total efisiensi biaya, Kecepatan penyediaan layanan, Peningkatan Keuntungan dan Penghematan biaya, Pemakaian yang dinamis, Manajemen resiko dan kepatuhan yang meningkat, Pemanfaatan Utilitas, Peningkatan skill dan kemampuan. Pendekatan lain dilakukan oleh Zwateendorfer dkk yaitu melalui isu dan tantangan Cloud Computing yang dipakai oleh (Zwattendorfer, Stranacher, Tauber, Reichstädter, 2013) yaitu keamanan, proteksi dan pemenuhan data, interoperabilitas dan portability, manajemen identitas dan akses, serta auditing. Mereka menggunakannya dalam penelitian penggunaan Cloud Computing di egovernment di beberapa negara Eropa. Pendekatan ini lebih cocok dan sudah digunakan khususnya di instansi pemerintahan terkait Cloud Computing.

Hasil Dan Pembahasan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala, admin, operator dan staf yang mengelola Cloud Computing di empat sampel instansi pemerintahan didapatkan gambaran implementasi teknologi Cloud Computing di masing-masing instansi. 

LKPP. LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) merupakan lembaga yang bergerak di bidang pengembangan, perumusan dan penetapan kebijakan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah. LKPP saat ini menangani 630 LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) di masing-masing instansi dan pemerintah provinsi maupun kota. Masingmasing LPSE menangani servernya sendiri dan standar data tidak seragam. Integrasi dan komunikasi data dengan LPSE yang berada di pusat dapat dilakukan dengan mudah, namun untuk LPSE yang berada di tiap daerah lebih susah ditangani karena faktor jarak. Oleh karena itu, LKPP mencoba menerapkan teknologi Cloud Computing dimana client-nya nanti adalah LPSE di seluruh Indonesia. Rencaa pengembangan pemanfaatan teknologi cloud computing LKPP ditangani oleh Direktorat Pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik. Pemanfaatan cloud computing bertujuan untuk mendukung sistem e-procurement yang saat ini sudah berjalan. E-procurement digunakan untuk membantu proses pengadaan barang/jasa di semua LPSE di Indonesia agar lebih efektif dan efisien. Dengan dikembangkannya cloud computing diharapkan monitoring LPSE dapat ditangani dengan mudah, karena standar data, file dan aplikasi diatur langsung oleh LKPP sendiri. Kemudahan juga akan dirasakan oleh LPSE karena tinggal memakai saja dan tidak perlu biaya lagi untuk menangani server sendiri. Rencana penerapan cloud computing di LKPP dilaksanakan pada awal tahun 2016, dalam dua tahap : Pertama, tahap uji coba menggunakan jasa sewa cloud kepada pihak ketiga. Jenis sewa cloud akan menggunakan private cloud agar terjamin kerahasiaan datanya. Tahap ini bertujuan untuk mencoba dan mengukur kesiapan LKPP dalam menerapkan cloud computing. Kedua, tahap pembangunan cloud computing secara mandiri oleh LKPP. Cloud computing mandiri inilah yang nantinya akan digunakan untuk menyokong sistem eprocurement. Sehingga data-data critical dan confidential dapat dikelola sendiri oleh LKPP. Web sistem e-procurement juga akan dikembangkan lebih lanjut agar kualitas pelayanan LPSE lebih baik.

BIG. Badan Informasi Geospasial (BIG) yang sebelumnya bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) merupakan instansi pemerintahan non kementerian yang menyediakan informasi geospasial sejak tahun 2012. Geospasial adalah aspek keruangan yang menunjukan lokasi, letak, dan posisi suatu obyek yang berada di bawah, pada, di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sebuah sistem koordinat referensi tertentu. BIG telah memiliki data center yang digunakan untuk mendukung Jaringan Informasi Geospasial Nasional di 53 Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, dimana data-data geospasial harus terintegrasi dan penyebarluasan informasinya dioptimalkan dengan menggunakan jaringan informasi. Awalnya untuk pengoptimalan jaringan informasi, BIG membangun serverserver di daerah sebagai simpul jaringan, namun ternyata hasilnya tidak maksimal karena keterbatasan SDM dan infrastruktur di daerah. Karena keterbatasan tersebut akhirnya BIG memanfaatkan teknologi cloud computing untuk membangun 300 simpul jaringan virtual. Kegiatan tersebut termasuk dalam Kegiatan Prioritas tahun 2015 Kedeputian Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) yaitu “Penyediaan Layanan Sistem Simpul untuk K/L dan Pemda dengan Teknologi Cloud Computing Geospasial”. Teknologi cloud computing digunakan BIG untuk memfasilitasi pemerintah pemerintah daerah agar lebih mudah untuk mengakses datadata spasial, dan meminimalisir terjadinya tumpang tindih data sesuai dengan kebijakan One Map Policy. Kebijakan One Map Policy pertama kali tercetus atas perintah langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 lalu dan masih terus dilaksanakan sampai sekarang. Pengembangan cloud computing di BIG ini dimulai pada tahun 2012 untuk memfasilitasi pelayanan simpul jaringan. Cloud computing yang digunakan oleh BIG sudah diujicobakan di beberapa daerah, diantaranya di provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sampang, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Pasaman Barat. Pengadaan teknologi cloud computing di BIG menggunakan pihak ketiga dengan teknologi informasi cloud computing yang termasuk ke dalam jenis layanan IaaS (Infrastructure as a Service), dimana pihak ketiga hanya menyediakan infrastruktur IT seperti RAM, prosesor, dan tempat penyimpanan data (storage) secara virtual sedangkan untuk sistem operasi dan aplikasiaplikasi yang di-install kedalam cloud disiapkan oleh BIG sendiri. BIG menggunakan aplikasi open source untuk penyimpanan data. Pemanfaatan teknologi cloud jenis IaaS ini berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti yang dirasakan BIG. Saat ini BIG mencoba mengembangkan cloud dengan jenis layanan SaaS (Software as a Service), namun terbentur kendala karena tidak adanya pihak ketiga yang dapat membangun aplikasi spasial. Selain itu, BIG juga mencoba untuk mengembangkan sendiri DaaS (Database as a Service).

Balai IPTEK-net BPPT. Balai IPTEKnet (Balai Jaringan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) merupakan salah satu unit kerja di bawah BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang bergerak di bidang teknologi informasi. Awalnya IPTEKnet memberikan layanan jasa ISP (Internet Service Provider) untuk instansi-instansi pemerintahan. Namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang ke arah teknologi cloud computing maka pada tahun 2010 IPTEKnet merubah jasa layanannya menjadi penyedia Government Cloud Services (GCS). Tidak jauh berbeda dengan layanan jasa cloud computing yang dikembangkan oleh pihak swasta, sebagai penyedia jasa cloud computing untuk instansi pemerintahan Balai IPTEKnet memiliki pilihan-pilihan paket yang ditawarkan sesuai kebutuhan meliputi jasa hosting, storage, dan server. Jasa tersebut diberi nama e-Gov Cloud. eGov Cloud bertujuan untuk memudahkan instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah, dalam implementasi eGovernment. Kelebihan e-Gov Cloud yang dikembangkan oleh Balai IPTEKnet ini adalah selain dari segi harga yang lebih murah dibandingkan penyedia jasa cloud computing swasta, keamanan data instansi pemerintahan yang menggunakan e-Gov Cloud ini juga lebih terjamin karena Balai IPTEKnet membangun server sendiri, dan pengelolaannya pun langsung dilakukan oleh pihak Balai IPTEKnet. Untuk menunjang pengembangan eGov Cloud, Balai IPTEKnet membangun data center dengan standar internasional yang berlokasi di Serpong dan Durentiga, serta membangun Data Recovery Center (DRC) di Batam. Layanan cloud computing yang diberikan oleh Balai IPTEKnet sudah mencakup IaaS, PaaS, dan SaaS. Balai IPTEKnet juga menyediakan aplikasi eGovernment seperti aplikasi persuratan, monitoring dan evaluasi yang dapat langsung digunakan dalam sistem cloud computing yang diberikan oleh Balai IPTEKnet. Mitra pengguna jasa layanan cloud computing Balai IPTEKnet ini adalah instansi pemerintah pusat dan daerah, beberapa instansi yang sudah menggunakan jasa Balai IPTEKnet antara lain Kementerian PANRB, BPPT, Lemigas, Pemkot Bogor, Pemkot Depok dan Pemkot Yogyakarta. Saat ini Balai IPTEKnet sedang merencanakan pengembangan jaringan untuk meningkatkan fasilitas jasa layanan cloud computing mereka. Rencana pengembangan yang akan dilakukan adalah dengan high availability network configuration dengan perangkat khusus, redundancy local loop dengan jalur yang berbeda, serta penambahan kapasitas UPS.

Kementerian Komunikasi Dan Informatika. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai salah satu kementerian yang fokus pada perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sudah menggunakan teknologi cloud computing sejak tahun 2013. Pusat Data dan Sarana Informatika (PDSI) merupakan salah satu unit kerja di Kementerian Kominfo yang fokus mengembangan sistem cloud computing untuk mendukung kinerjanya. PDSI melayani permintaan server dari direktorat teknis internal Kominfo yang membutuhkan, dengan memberikan server virtual. Layanan tersebut termasuk ke dalam jenis layanan IaaS. Selain itu, PDSI sudah menerapkan SiMAYA yang digunakan di seluruh unit dan satuan kerja sebagai bagian dari implementasi e-government di lingkungan Kementerian kominfo. SiMAYA termasuk dalam jenis layanan PaaS dan SaaS sekaligus. Awalnya, sistem cloud computing yang digunakan berbasis open source. Namun, seiring dengan banyaknya permintaan server maka PDSI mengembangkan sistem cloud computing sendiri dengan dibantu instalasinya oleh pihak ketiga. Sesuai dengan permintaan server dari tahun ketahun, pada tahun 2013 sudah dibangun 20 server virtual, meningkat pada tahun 2014 ditambah lagi menjadi 40 server virtual, dan pada tahun 2015 bertambah lagi menjadi 80 server. Salah satu contoh pelayanan permintaan server virtual yang diberikan PDSI adalah website http://skim.kominfo.go.id yang digunakan oleh Badan Litbang SDM untuk melakukan survei penelitian secara online.

Komparasi Penggunaan Layanan Cloud Computing. Dari hasil yang telah didapat melalui wawancara tersebut di atas dapat dikomparasikan penggunaan layanan cloud computing di pemerintahan. Komparasi dilakukan dengan mengacu pada isu dan tantangan cloud computing yang dipakai oleh Zwateendorfer dkk (Zwattendorfer, Stranacher, Tauber, Reichstädter, 2013) yaitu keamanan, proteksi dan pemenuhan data, interoperabilitas dan portability, manajemen identitas dan akses, serta auditing. Dari sisi keamanan, proteksi dan pemenuhan data, seharusnya penyediaan infrastruktur dari perangkat keras, perangkat lunak serta jaringan dan lainnya dibangun secara mandiri oleh pemerintah, bukan dari pihak ketiga. Ini diperlukan untuk alasan keamanan data, karena data yang menyangkut informasi suatu negara seharusnya bersifat rahasia kecuali untuk data-data tertentu yang masih bisa dibagikan ke publik (open access). Atau data-data tertentu yang hanya bisa diberikan kepada publik namun dengan tujuan tertentu bisa dengan seizin institusi (Undangundang Keterbukaan Informasi, 2008). Dengan pemenuhan penyelenggaraan layanan cloud computing secara mandiri dapat meminimalisir isu keamanan tersebut. Hal ini masih terlihat pada salah satu responden. Namun kembali pada data-data yang dikelola, apabila memang open access bisa juga menggunakan pihak ketiga. Selain itu faktor teknis dan manajemen pengelolaan keamanan informasi, serta sisi auditing dari penyelenggaraan juga harus diperhatikan. Pemenuhan unsur teknis dan manajemen keamanan informasi sebaiknya mengacu pada standar keamanan seperti ISO 27001 tentang Manajemen Keamanan Teknologi Informasi (International Organization for Standardization, 2017) serta Permen Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012, 2012). Dari sisi interoperabilitas dan portabilitas, hendaknya penyedia cloud computing memberikan level servis yang sama pada setiap klien, kecuali bagi yang memang menyediakan layanan cloud bagi pihak lain. Untuk pemenuhan interoperabilitas, langsung berkaitan dengan jenis layanan tertentu yaitu Software as a Service (SaaS). Misal untuk pengelolaan data yang seragam maka perlu standar basis data sampai pada level teknisnya sama. Jadi untuk data cloud yang ingin dikelola bersama sebaiknya layanan yang diberikan adalah SaaS. Dapat dilihat pada tabel bahwa semua instansi pemerintah sudah menggunakan SaaS. Aspek portabilitas sudah ada namun kurang fleksibel. Karena kebanyakan instansi pemerintahan masih dalam tahap awal pengembangan. Instansi banyak menggunakan aplikasi berbasis web. Keuntungan aplikasi berbasis web bisa juga diakses melalui smartphone, namun terkadang masih kurang nyaman apabila belum ada tampilan khusus mobile-nya. Akan lebih baik apabila bisa dikembangkan versi aplikasi yang ter-install berbasis android ataupun iOS. Dari sisi manajemen identitas dan akses, hendaknya diberikan dashboard atau halaman pengaturan layanan bagi penyedia layanan jenis IaaS dan PaaS. Untuk SaaS biasanya langsung kepada lapisan pengguna paling bawah, sehingga tidak diperlukan. Dari keempat responden belum menyediakan kemudahan pengaturan layanan. Pemenuhan atau pengubahan tingkat layanan masih dijalankan secara manual. Misal pengguna ingin menambah kapasitas penyimpanan data masih dilakukan dengan cara menghubungi pihak penyelenggara. Apabila ada dashboard atau halaman khusus untuk itu maka akan memberikan kemudahan bagi pengguna. Akhirnya, pemenuhan layanan cloud computing akan terasa bedanya dengan webclient based apabila didukung dengan infrastruktur yang bisa memenuhi skalabilitas dan kecepatan yang mumpuni sehingga bisa melayani semua pengguna. CAPEX dari infrastruktur Cloud Computing sangat besar, namun apabila dibandingkan dengan kegunaanya untuk banyak pengguna apalagi jika disewakan maka akan memberikan pendapatan yang bisa digunakan untuk mengupgrade dan maintenance sistem dan perangkat.

Isu Lambatnya Cloud Computing Diadopsi. Selain keempat responden yang sudah menerapkan layanan cloud computing, masih banyak instansi pemerintah yang belum menggunakan cloud computing. Faktor yang menjadi kendala antara lain: (1) Data center pribadi masih menjadi pilihan dari banyak kalangan termasuk di instansi Pemerintah. Ini tidak terlepas dari faktor kerahasiaan informasi, keamanan data, dan masih merasa belum perlu berpindah ke cloud, karena data center yang ada masih bisa dipakai. (2) Proses migrasi akan menyita waktu sedangkan proses bisnis harus tetap berjalan. Perlu perencanaan bersama lintas sektor pemerintahan dari atas sampai bawah sehingga secara perlahan bisa bermigrasi ke cloud computing. (3) Minimnya riset juga menjadi salah satu penyebab cloud computing lambat diterapkan. Riset-riset yang valid dan dengan hasil yang positif akan memacu penggunaan cloud computing. Risetriset intern juga perlu dilakukan karena kondisi, kemampuan, dan kebutuhan internal instansi masingmasing berbeda. (4) Cloud computing merupakan teknologi yang masih terbilang baru di Indonesia. Jumlah sumber daya manusia yang ahli di bidang cloud computing masih sedikit. Selain itu, sumber daya manusia yang paham secara teknis dan operasional juga diperlukan untuk keberlangsungan teknologi ini.

Penutup. 

A. Simpulan. Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Penyelenggaraan layanan cloud computing di empat instansi pemerintah sudah melakukan penyediaan infrastrukur secara mandiri, artinya sadar dengan isu keamanan yang berhubungan dengan kepemilikan infrastruktur. Ada satu responden yang menggunakan pihak ketiga, namun disarankan mengadakan secara mandiri apabila data memang tergolong rahasia dan menyangkut informasi negara yang berbahaya. Isu interoperabilitas yang sering diperbincangkan bisa diatasi dengan penerapan SaaS. Ini sudah digunakan oleh keempat responden. Instansi pemerintah yang memang mengelola banyak data dengan klien yang diharapkan memiliki standar data yang sama bisa menerapkan Cloud Computing tipe layanan SaaS. Penerapan Cloud Computing dari empat responden masih dalam proyek percobaan (trial) atau masih dalam tahap awal belum sampai 5 tahun. Mengingat ini teknologi baru, wajar bagi penyelenggara dan pengguna butuh waktu untuk berpindah teknologi. Dari sisi penyelenggara masih menjaring minat pasar, sedangkan dari sisi pengguna masih belum percaya sepenuhnya, sehingga baru mencoba. 

B. Saran. Untuk dapat mempercepat proses adopsi cloud computing khususnya di instansi pemerintahan, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya: Perlunya perencanaan bersama lintas sektor pemerintahan dari atas sampai bawah sehingga secara perlahan bisa bermigrasi ke cloud computing; Perlunya studi kesiapan (feasibility study) terkait kemampuan, dan kebutuhan internal instansi masingmasing karena kondisinya berbeda-beda; Perlunya sarana peningkatan ketrampilan sumber daya manusia secara teknis dan operasional untuk keberlangsungan teknologi ini. 

C. Daftar Pustaka
Business Software Alliance. (2016). BSA Global Cloud Computing Scorecard - A Blueprint for Economic Opportunity. The Software Alliance. Chandrasekaran, A., Kapoor, M. (2011). State of Cloud Computing in the Public Sector – A Strategic analysis of the business case and overview of initiatives across Asia Pacific. Frost and Sullivan. Community Server Blogs. (2015). Diambil kembali dari MSDN BLog: msdnshared.blob.core.windows.net/media/MS DNBlogsFS/prod.evol.blogs.msdn.com/ CommunityServer.Blogs.Components.Weblog Files/00/00/00/84/18/metablogapi/5277.image 38F744F2.png International Organization for Standardization. (2017, December 11). Diambil kembali dari ISO/IEC 27000 family - Information security management systems: https://www.iso.org/isoiec-27001-informationsecurity.html Munawir, S. (2007). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. NIST. (2011). Visual Model of Cloud Computing Definition. National Institute of Standards and Technology. Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012. (2012). Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik. Indonesia. Skilton, M. (2010, May 28). 8 ways to measure cloud ROI. Dipetik March 13, 2017, dari Network Asia: http://www.networksasia.net/article/8-waysmeasurecloud-roi-1275010162/page/0/1 Undang-undang Keterbukaan Informasi. (2008, April 30). Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Indonesia. Voas, J., Zhang, J. (2009). Cloud Computing: New Wine or Just a New Bottle? IT professional, 15-17. Zwattendorfer, B., Stranacher, K., Tauber, A., Reichstädter, P. (2013). Technology-Enabled Innovation for Democracy, Government and Governance Cloud Computing in EGovernment Accross Europe - A Comparison. Lecture Notes in Computer Science Volume 8061 (hal. 181-195). Springerlink.

Minggu, 28 April 2019

Latar belakang implementasi Clound Computing sebagai Infrastructure as a Service untuk penyediaan Web server

  1. Pendahuluan
Teknologi cloud computing merupakan salah satu pengembangan dari teknologi virtualisasi yang mendukung sebuah mesin komputer tunggal untuk membentuk duplikasi mesin secara virtual yang dapat berfungsi seperti mesin fisik.
Salah satu jenis layanan cloud computing adalah Infrastructure as a Service yang didalamnya terdapat layanan penyediaan infrastruktur hardware seperti CPU virtual yang berisi RAM atau memory, processor dan disk storage, serta switch virtual. Dengan layanan infrastruktur tersebut maka dapat dikembangkan menjadi sebuah sistem cloud computing untuk penyediaan web server karena dapat mengasilkan beberapa mesin web server virtual sesuai dengan kebutuhan serta menghemat biaya penyediaan device. Untuk platform pembangunan cloud computing digunakan.
Eucalyptus karena dari segi arsitekturn sistem yang dimiliki Eucalyptus dapat digunakan untuk area private maupun public dan mendukung client untuk memodifikasi web server virtual serta memiliki stuktur yang elastis yang menghubungkan server cloud dengan client.

Selasa, 08 Januari 2019

Sikap menumbuhkan semangat belajar


Belajar sangat penting untuk setiap orang, selalin menambah edukasi belajar juga dapat mengetahi minat seseorang. Belajar dikhususkan untuk diri sendiri tentunya tapi harus yang bermanfaat untuk orang lain juga.
Pertama-tama kita harus mengetahui tujuan kita dalam memenuhi tujuan tersebut, yang mana setiap tujuan pasti ada sesuatu yang diusahakan, dalam hal ini yaitu belajar, sama seperti sembulmnya banyak faktor dalam munumbuhkan semangat belajar, begitupun sekarang, yang mana kita tau kita hanya perlu tujuan dan cara memanage tujuan tersebut, dalam hal belajar, tanamkan dalam diri bahwa belajar adalah bukan bagian dari beban, tapi proses dalam mengerti-proses sesuatu hal yang kita tidak tau atau belum paham mengenainya, dengan salah satu cara itu kita dapat mempertahankan belajar, dan tumbuhkan rasa suka dalam belajar apapun hal yang dipelajari dari non-akademik maupun akademik.
Dalam melakukan proses belajar kita dapat melakukan dimana saja dan kapan saja, belajar tidak selalu menuntut untuk dilakukan didalam kelas dengan cara yang membosankan. Belajar dapat dilakukan dengan cara melakukan interaksi dengan orang sekitar dan sambil bermain, dengan kita belajar dengan cara seperti itu proses belajar akan terasa lebih menyenangkan dan membuat lebih semangat.
Belajar sesuai dengan minat kita juga menjadi factor terbesar dalam membangun semangat dalam belajar, jika memiliki minat jangan pernah berhenti untuk mempelajarinya karena itu dapat membantu dan berguna untuk diri  sendiri dan sekitar kita.
Dalam mempertahankan semangat juang dalam belajar saya pribadi tau bahwa itu tidak mudah, tapi bukan berarti tidak dapat dipertahankan atau dirawat, menurut saya ada beberapa cara dalam mempertahankan rasa semangat juang dalam belajar:
  1. Tumbuhkan mindset bahwa belajar itu bukan sesuatu yang menyusahkan tapi memudahkan kita dan menambah pengetahuan.
  2. Tumbuhkan rasanya nyaman dalam belajar, tidak selalu dirumah atau di meja belajar, banyak media pendukung yang dapat mendukung kita belajar, seperti di taman, café atau tempat sejenisnya.
  3.  Harus adanya tujuan dalam suatu yang kita perjuangkan, dalam hal ini belajar, kita harus mempunyai tujuan-target untuk apa kita belajar.
  4.   . Bersama-sama, terkadang dengan mempunyai teman atau partner dalam sama-sama memenuhi tujuan dapat lebih mempermudah kita dalam mempertahankan dan menggapai tujuan tersebut.

Hal-hal diatas merupakan sebagian kecil yang dapat kita jadikan alasan untuk menumbuhkan semangat belajar.

Rencana Bisnis - Bisnis Social Media Consulting


Social media consulting adalah sebuah bisnis usaha yang memanfaatkan media internet. Bisnis ini menawarkan jasa yang bertujuan untuk memaksimalkan pengiklanan pada media internet khusnya pada halaman web, instagram, line, dan lain lain.
Prinsip dalam melakukan bisnis jasa Social Media Consulting digunakan untuk membangun sebuah citra atau personal branding. Strategi social media consulting hakikatnya sama dengan memasarkan sebuah produk. Yang membedakan dalam bisnis ini kami membuat sebuah fans page atau akun khusus yang lalu dipromosikan agar sebuah produk dapat dikenal dengan luas dan mencapai target yang di sasarkan.
Peluang dalam bisnis social media consulting sangat besar karena didukungnya dengan berkembang pesatnya teknologi dan jaringan internet yang semakin merata.
Bisnis ini akan berjalan dalam segala media yang berhubungan dengan internet diaman nantinya klient akan meminta kita untuk memasarkan dan mengiklankan produknya, lalu kita akan melakukan pengikanan mulai dari social media sepetri, instagram, facebook, twittrer dan lain lainnya. Bisnis ini juga akan melakukan pembuatan website yang nantinya akan berisukan produk produk yang ingin dipasarkan oleh klient. Dengan demikian produk klient akan lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Bisnis ini juga akan memberikan edukasi kepada klient untuk bagaimana cara mengelola akun pribadi mereka, website, dan fans page yang dimaksudkan untuk memaksimalkan akun mereka dan menarik calon pembeli untuk melihat dan membaca keterangan dari produk yang dipasarkan oleh klient.
Menurut saya bisnis ini sangatlah berpeluang besar dimasa yang semuanya serba digital ini. Karena banyak sekali pelaku bisnis yang masih bingung bagaimana cara untuk mempromosikan produknya, dan bagaimana cara mereka mengambangkan akun media social mereka sebagai sarana untuk mengiklankan produk secara maksimal.
Bisnis ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan sebuah bisnis yang baru dan ingin memasarkan produknya dan bisnis ini juga dapat sebagai memberikan edukasi kepada bisnis yang ingin mempromosikan produknya melalu social media.

 
Diberdayakan oleh Blogger.